Senin, 22 Oktober 2012

Angklung

      Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.

Asal-usul
Angklung
        Angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur. angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

JENIS ANGKLUNG:
  • Angklung Kanekes 
  • Angklung Dogdog Lojor 
  • Angklung Gubrag 
  • Angklung Badeng  
  • Angklung Padaeng 
  • Angklung Sarinande 
  • Angklung Sri-Murni 
  • Angklung Toel


Jumat, 19 Oktober 2012

Tari Jaipong

Tari Jaipong
      
     Jaipongan adalah sebuah tarian tradisional masyarakat sunda. Tari ini diciptakan pada tahun 1960-an oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira, yang bertujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng.
        Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran.
        Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916.
        Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
        Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Subang, Purwakarta, Indramayu) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya. Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan.

Selasa, 16 Oktober 2012

Gamelan Sunda

         Gamelan adalah salah satu alat musik yang paling populer dan dikagumi oleh warga internasional. Gamelan sering digunakan sebagai musik pengiring pada kesenian tradisional wayang kulit, wayang orang dan berbagai ritual. Dalam adat Jawa, Gamelan juga digunakan dalam ritual “Temu Manten”. Ritual ini adalah sebuah ritual yang dilakukan untuk mempertemukan kedua calon pengantin. Dalam kepercayaan tradisonal, Gamelan dianggap suci dan dipercaya memiliki kekuatan supranatural. Setiap instrument yang menjadi bagian Gamelan dipercaya memiliki roh. Oleh karena itu, setiap musisi yang memainkan Gamelan harus bermain Gamelan tanpa memakai alas kaki, karena jika memakai alas kaki, dipercaya bahwa hal itu akan mengganggu roh. Melangkahi alat musik Gamelan pun adalah hal yang dilarang keras. Dalam kepercayaan Jawa, Gong Ageng dipercaya sebagai pusat roh dalam Gamelan tersebut. Ada beberapa gamelan yang pernah ada dan terus berkembang di Jawa Barat, antara lain :
  • Gamelan Salendro
Gamelan salendro ini biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang, tari, kliningan, jaipongan dan lain-lain.
  • Gamelan Pelog
Gamelan pelog fungsinya hampir sama dengan gamelan salendro, akan tetapi kesenian gamelan pelog kurang begitu berkembang dan kurang akrab di masyarakat dan jarang dimiliki oleh grup-grup kesenian di masyarakat. Hal ini menandakan cukup terwakilinya seperangkat gamelan dengan keberadaan gamelan salendro.
  • Gamelan Degung.
Gamelan degung merupakan kesenian gamelan yang dirasakan cukup mewakili kekhasan masyarakat Jawa Barat.
  • Gamelan Ajeng
Gamelan ini berlaras salendro yang masih terdapat di kabupaten Bogor
  • Gamelan Renteng
Gamelan renteng terdapat di beberapa tempat di Jawa Barat, salah satunya di Batu Karut, Cikalong kabupaten Bandung. Melihat bentuk dan interval gamelan renteng, ada pendapat bahwa kemungkinan besar gamelan degung yang sekarang berkembang, berorientasi pada gamelan Renteng.

        Masyarakat Sunda dengan latar belakang kerajaan yang terletak di hulu sungai, kerajaan Galuh misalnya, memiliki pengaruh tersendiri terhadap kesenian degung, terutama lagu-lagunya yang yang banyak diwarnai kondisi sungai, bebrapa lagu di antaranya :
1.Manintin
2.Galatik Manggut
3.Kintel Buluk
4.Sang Bango

         Sebelumnya waditra (instrumen) gamelan degung hanya terdiri atas koromong (bonang) 13 penclon, cempres (saron panjang) 11 wilah, degung (jenglong) 6 penclon, dan goong satu buah. Kemudian penambahan-penambahan waditra terjadi sesuai dengan tantangan dan kebutuhan musikal, misalnya penambahan kendang dan suling oleh bapak Idi. Gamelan degung kabupaten Bandung, bersama kesenian lain digunakan sebagai musik gending karesmen (opera Sunda) kolosal Loetoeng Kasaroeng tanggal 18 Juni 1921 dalam menyambut Cultuurcongres Java Institut.

          Pada tahun 1926 degung dipakai untuk illustrasi film cerita pertama di Indonesia berjudul Loetoeng Kasaroeng, oleh L. Heuveldrop dan G. Kruger produksi Java Film Company, Bandung. Karya lainnya yang menggunakan degung sebagai musiknya adalah gending karesmen Mundinglaya dikusumah oleh M. Idris Sastraprawira dan Rd. Djajaatmadja di Purwakarta tahun 1931. Setelah Idi meninggal (tahun 1945) degung tersendat perkembangannya. Apalagi setelah itu revolusi fisik banyak mengakibatkan penderitaan masyarakat. Degung dibangkitkan kembali secara serius tahun 1954 oleh Moh. Tarya, Ono Sukarna, dan E. Tjarmedi.